Menteri Hukum Minta Asosiasi Industri Rekaman Indonesia Daftarkan Kodefikasi Lagu Ke PDLM

Foto bersama Menteri Hukum dengan pengurus Asiri, dalam pertemuan kemarin, Selasa (4/11), di kantor Kementeri hukum. (sumber : Ditjen KI).

Cakrawalaasia.news, Jakarta – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menghimbau kepada industri rekaman Indonesia yang terhimpun dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) untuk mendaftarkan kodifikasi lagu seluruh hasil karya cipta musisi Indonesia sehingga perlindungannya dapat terjaga.

“Data lagu yang terkait dengan pencipta dan preformernya yang telah di kodefikasi harus dilaporkan kepada Ditjen KI untuk masuk dalam bank data PDLM sehingga karya cipta ini dapat dilindungi oleh negara,” himbau Menteri Hukum kepada pengurus Asiri, dalam pertemuan kemarin, Selasa (4/11), di kantor Kementeri hukum.

Menurut dia, jika ada musisi yang mendaftarkan lagu dan musik ke luar Indonesia maka hal tersebut tidak boleh lagi didaftarkan ke perusahaan label dan Ditjen KI karena secara perlindungan hak cipta semua karya (Intelectual Property) tercodefikasi di Indonesia.

Ketua ASIRI Gumilang Ramdhan mengatakan bahwa jumlah lagu Indonesia yang telah memiliki kodefikasi saat ini mencapai 100.000. Jumlah tersebut dihasilkan dari sekitar 80 perusahaan industri rekaman yang bernaung di bawah ASIRI dan telah digunakan platform musik digital untuk kepentingan komersial.

Gumilang mengungkapkan bahwa ASIRI yang berdiri sejak 1978 telah melalui proses yang panjang dalam membangun industri musik Indonesia. Mulai dari jualan piringan hitam, kaset, CD, dan sekarang era perdagangan lagu dan musik streaming.

Dari 80 anggota yang terdaftar, yang aktif saat ini tinggal 40 perusahaan industri rekaman. Sedangkan produktivitas karya cipta yang masuk industri rekaman makin berkurang. Dulu era industri rekaman mengandalkan jualan kaset masuk dapur rekaman minimal 10 lagu baru.

“Kalau sekarang pencipta lagu masuk dapur rekaman satu-satu karena industri musik sudah memasuki era digital. Tantangan lain dari Industri rekaman atau label adalah pembajakan dan dipasarkan melalui platform yang ilegal” ujar Gumilang.

Platform musik digital yang memberikan kontribusi kepada Industri rekaman yang resmi seperti YouTube, Spotify, dan Apple Music cukup membantu perusahaan industri rekaman. “Konten kami banyak dibajak di platform musik digital ilegal seperti dari Vietnam,” ujarnya.

Melalui Kementeri Hukum, menurut Gilang, Industri rekaman membutuhkan perlindungan dengan mentakedown platform masik asing yang menayangkan konten musik Indonesia, namun tak berizin atau tidak bekerja sama dengan Label.

Menteri Supratman mengatakan bahwa pemerintah saat ini tengah membenahi ekosistem musik nasional mulai dari akar rumput, termasuk sistem collecting dan distribusi harus benar-benar terlaksana dengan baik.

Pencatatan ekosistem musik harus dari bawah karena itu LMKN dan LMK harus dikelola secara profesional. Data anggota (member) Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) baik itu pencipta atau pemegang hak terkait harus serahkan kepada LMKN.

Menteri kadang merasa heran kenapa LMK tidak begitu antusias menyerahkan data lagu dan data pencipta serta pihak terkait kepada LMKN dan Ditjen KI untuk ditampung di PDLM. “Ada apa ya kok ini berat sekali dilakukan. Pada hal data ini penting sekali,” tegasnya.

Industri rekaman, misalnya, memiliki 100.000 data lagu yang sudah tercodefikasi. Data tersebut harus dimiliki LMK karena mereka memiliki anggota yang menyerahkan kuasa untuk ditarik royaltinya oleh pencipta atau pemegang hak terkait.

Transparansi harus dibangun dari siapa member LMK karena terkait dengan royalti. “Royalti itu diatur dengan undang-undang karena terkait dengan hak ekonomi dan hak moral pencipta, preformer, dan publishing,” kilahnya.

Kembali Menteri menegaskan bahwa pihaknya meminta kepada LMK untuk secara terbuka menyerahkan data anggotanya dan nilai royalti yang diperoleh. Begitu juga dengan Industri rekaman atau Label harus memberikan nilai royalti yang berkeadilan dari hasil kerja sama dengan platform musik digital.

Pemerintah tidak akan bertindak melampaui kewenangannya dalam mengatur tata kelola ekosistem musik, apalagi hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian internasional yang mana Indonesia juga ikut bertanda-tangan menyetujui itu.

Berkaitan dengan proposal Indonesia yang akan diajukan dalam Sidang organisasi internasional WIPO pada bulan Desember, Menteri Hukum meminta kepada industri rekaman dapat memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan upaya Indonesia meminta keadilan dalam kebijakan tarif platform digital.

Potensi pasar Indonesia yang besar menjadi portofolio pemerintah dalam memperjuangkan kesetaraan. “Tarif yang berlaku di Indonesia harusnya tidak lebih rendah dari negara-negara di Asia. Jika itu berhasil maka dampaknya akan dirasakan oleh pencipta lagu dan industrinya,” ujarnya. **

Penulis: Ditjen Kekayaan Intelektual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *