Cakrawalaasia.news, Bekasi – Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Permasalahan Perbatasan Maritim Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025).
Rapat dipimpin oleh Asisten Deputi Kerja Sama Asia, Nur Rokhmah Hidayah, dan diikuti perwakilan kementerian serta lembaga terkait.
Saat membuka rakor, Nur Rokhmah menjelaskan bahwa penetapan batas maritim Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti faktor teknis, hukum, geopolitik, keamanan, dan ekonomi yang menjadi variabel dalam memengaruhi kompleksitas proses perundingan.
“Negosiasi batas maritim tidaklah mudah dan sering kali memakan waktu panjang,” ujarnya.
Kemenko Polkam, lanjutnya, telah memperkuat koordinasi dan kapasitas nasional melalui diskusi diplomasi perbatasan serta kegiatan pemantauan di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan II.
Dari hasil peninjauan, ditemukan beberapa hal penting, antara lain batas yang belum terselesaikan dan berpotensi menimbulkan konflik, keterbatasan armada dan teknologi pengawasan, serta perlunya peningkatan kehadiran negara di perbatasan maritim.
“Diperlukan langkah terpadu untuk meningkatkan patroli, teknologi pemantauan, serta kapasitas pengawasan di lapangan,” kata Nur Rokhmah. Ia menambahkan, hasil rapat ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyusunan strategi diplomasi maritim nasional ke depan.
Dari Kementerian Luar Negeri, Koordinator Batas Laut dan Hukum Udara Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan (Dit. HPK), M. Taufan, yang hadir secara virtual, menyampaikan bahwa proses perundingan batas maritim membutuhkan waktu panjang karena harus mengacu pada hukum internasional, khususnya United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, serta disesuaikan dengan ketentuan hukum nasional.
Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, melalui Direktur C, Brigjen TNI Mirza Patria Jaya, menyoroti aspek keamanan di wilayah perbatasan laut yang perlu terus diwaspadai dari potensi aktivitas ilegal seperti penyelundupan barang ilegal, narkoba, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dari Bakamla, Direktur Kerja Sama, Laksma TNI Askari, menyoroti tantangan penguatan kedaulatan maritim seperti kompleksitas keamanan laut, perbedaan kepentingan antarnegara, serta keterbatasan sumber daya dan sarana.
“Bakamla terus berupaya memperkuat sinergi patroli, baik mandiri maupun bersama antarinstansi dan dengan negara tetangga, sebagai bagian dari sistem keamanan maritim nasional yang terpadu,” ujarnya.
Sementara Pabantas Aspamkersamtas Pushidrosal, Letkol Ahmad Lufti Ibrahim, menekankan peran penting aspek hidrografi dan pemetaan laut dalam penetapan batas maritim Indonesia. Sebagai lembaga resmi penyedia peta laut nasional, Pushidrosal memastikan seluruh kegiatan pemetaan dilakukan sesuai standar internasional berdasarkan UNCLOS 1982.
Sinergi antara kementerian dan lembaga menunjukkan pendekatan komprehensif antara aspek kebijakan, diplomasi, keamanan, dan teknis-hidrografi dalam menjaga kedaulatan serta memastikan batas-batas maritim Indonesia ditegakkan berdasarkan hukum internasional.
Melalui kolaborasi antarlembaga, pemerintah terus memperkuat upaya menjaga keamanan dan kedaulatan maritim Indonesia secara berkelanjutan. **











