Program Desa BISA Ekspor : Siap Jadi Lokomotif Ekspor Indonesia

Foto : Menteri Perdagangan Budi Santoso (Busan) memimpin peluncuran Program Desa Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor di Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa (9/9). (doc. Humas Kemendag RI).

Cakrawalaasia.news, Jembrana – Menteri Perdagangan Budi Santoso (Busan) memimpin peluncuran Program Desa Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor di Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa (9/9).

Mendag Busan menyebut, Desa BISA Ekspor menjadi gerakan kolaboratif antara pemerintah dan swasta untuk
menjadikan desa motor penggerak ekspor Indonesia.

Dengan menggali potensi produk unggulan lokal yang ada di desa, program ini diyakini akan membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat desa.

“Hari ini, kita bersinergi meluncurkan Program Desa BISA Ekspor. Keberhasilan ekspor tidak bisa dicapai sendirian, melainkan melalui kerja sama erat pemerintah, swasta, koperasi, dan masyarakat. Mari kita bersama-sama menjadikan desa sebagai motor penggerak ekspor Indonesia,” ujar Mendag Busan.

Mendag Busan menekankan, Desa BISA Ekspor merupakan kolaborasi Kementerian Perdagangan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pertanian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank, Astra, serta pihak-pihak terkait lainnya.

Program Desa BISA Ekspor menyinergikan berbagai inisiatif pemerintah yang telah lebih dulu berjalan. Inisiatif-inisiatif yang dimaksud, antara lain, Program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) dari Kemendag, Program Desa Ekspor dari Kemendes PDT, Program Desa Organik dari Kementerian Pertanian, Program Desa Devisa dari LPEI, dan Program Desa Sejahtera Astra.

Kedepannya, Program Kampung Nelayan PKN) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) diharapkan dapat bergabung dalam
program ini.

Mendag Busan menjelaskan, hingga September 2025, pemerintah bersama mitra-mitra strategis berhasil memetakan 2.357 desa ke dalam dua klaster.

Dari pemetaan tersebut, tercatat 741 desa masuk dalam Klaster 1 yang sudah siap ekspor. Sementara, 1.616 desa berada di Klaster 2 yang butuh pendampingan untuk menjadi
siap ekspor.

“Kemendag bersama Kemendes PDT, Kementan, LPEI, dan Astra telah memetakan 2.357 desa. Sebanyak
741 desa terkategori siap ekspor dan sisanya desa yang perlu pembinaan lanjutan. Semua ini akan difasilitasi dengan pelatihan, klinik bisnis, hingga dukungan agregator dari BUMN dan sektor swasta,”terang Mendag Busan.

Untuk desa yang sudah siap ekspor, sejumlah langkah promosi telah dilakukan. Di antaranya, yaitu
integrasi data 15 eksportir dan agregator ke dalam platform ekspor INAEXPORT milik Kemendag agar dapat dihubungi calon buyer luar negeri, fasilitasi business pitching antara 31 perusahaan eksportir dan perwakilan perdagangan RI di luar negeri, serta penjajakan bisnis (business matching) antara dua eksportir desa dan buyer asal India dan Australia.

Untuk desa yang perlu pembinaan lanjutan, akan mendapatkan pendampingan intensif untuk
memperkuat ekosistem ekspor. Program ini meliputi pengembangan kualitas dan kuantitas produk, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), perluasan akses pemasaran, dukungan pembiayaan, serta pendampingan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.

Sebagai wujud dukungan, telah diluncurkan Logo Desa BISA Ekspor. Logo Desa BISA Ekspor merupakan
kombinasi TUNESA (Tunas Desa) dan ANYASA (Anyaman Desa).

TUNESA menggambarkan desa
sebagai benih dengan daya tumbuh besar. Melalui kolaborasi, digitalisasi, keberanian bertransformasi, peran pemerintah dan swasta, benih desa dapat berkembang menjadi kekuatan
ekonomi bangsa yang mampu bersaing di pasar global.

ANYESA, menggambarkan simpul yang kuat seperti desa, pelaku usaha, pemerintah, swasta dan mitra global yang terhubung dalam satu ekosistem kolaboratif. Selain itu terdapat Dashboard Desa BISA Ekspor yang menyajikan data komoditas dari setiap desa di seluruh Indonesia.

Dashboard ini akan terus diperbarui sehingga mampu menampilkan data suplai yang akurat dan transparan, sekaligus menjadi panduan penting bagi pelaku usaha khususnya agregator,
pemerintah dan pembina desa.

Turut hadir pada acara ini, yaitu Wamendes PDT Ahmad Riza Patria, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Fajarini Puntodewi, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri
Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan, Irjen Kemendag Putu Jayan Danu Putra, Sekretaris Jenderal Kemendes Taufik Madjid, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Daerah Tabrani, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Wakil Bupati Jembrana I Gede
Ngurah Patriana Krisna, Plt. Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso, serta Head of Corporate Social Responsibility (CSR) Astra Diah Suran Febrianti.

Wamendes PDT Ariza Patria dalam sambutannya mengatakan, saat ini setidaknya ada lebih dari 55.941 Badan Usaha Milik (BUM) Desa aktif dan 80.000 lebih KDMP yang mengelola berbagai
unit usaha. Unit-unit usaha ini termasuk sektor perdagangan, pertanian, peternakan, energi terbarukan,
industri kreatif, pariwisata, logistik, hingga layanan publik.

Menurutnya, kehadiran BUM Desa dan KDMP akan menjadi tulang punggung ekonomi desa. Jika dikelola dengan baik, BUM Desa dan KDMP dapat menjadi motor pertumbuhan nasional yang inklusif dan berkeadilan.

“Hari ini, kita meluncurkan Desa BISA Ekspor, sebuah inisiatif kolaboratif yang telah melakukan pemetaan terhadap lebih dari 2.300 desa binaan dengan klasifikasi desa yang siap ekspor
maupun desa yang masih perlu pendampingan,” ujar Ariza.

Dalam Perjanjian Kerja Sama Berdayakan Desa, di dalam momentum tersebut, turut ditandatangani oleh Kemendag, Kemendes PDT, dan LPEI terkait pemberdayaan desa dalam pengembangan ekspor nasional.

Penandatanganan juga dilakukan Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Fajarini Puntodewi, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa dan Daerah Tertinggal Kemendes PDT Tabrani, dan Plt. Direktur Eksekutif
LPEI Sukatmo Padmosukarso.

Perjanjian ini memiliki beberapa ruang lingkup strategis. Pertama, pertukaran data dan informasi antar instansi sebagai dasar pengembangan desa berorientasi ekspor. Kedua, pemetaan dan klasterisasi desa ekspor yang dilakukan sesuai pedoman yang telah ditetapkan, serta penetapan desa percontohan yang akan menjadi model pembinaan Desa BISA Ekspor.

Kerja sama ketiga lembaga juga akan meliputi fasilitasi pengembangan desa melalui empat pilar pendampingan, yaitu peningkatan sumber daya ekspor, promosi produk ke pasar global, perluasan akses permodalan atau pembiayaan, serta penguatan logistik, rantai pasok, dan digitalisasi.

Para pihak jugasepakat mendorong kemitraan pemasaran dalam ekosistem ekspor desa dan membuka ruang bagi
berbagai kegiatan lain yang relevan dengan aktivitas pengembangan ekspor.

Sukatmo menjelaskan, Desa BISA Ekspor merupakan pengembangan dari Program Desa Devisa yang digagas Kemenkeu melalui LPEI sejak 2019. Program perdana di Desa Devisa Kakao Jembrana telah melibatkan 13 desa dan 609 petani, termasuk petani perempuan, yang berfokus pada produk kakao
fermentasi. Produk tersebut telah berhasil menembus pasar Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Jepang,
dan Australia.

Desa Devisa Kakao Jembrana resmi berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk
pendampingan berkelanjutan agar semakin mendunia.

“Melalui sinergi lintas kementerian, pemerintah daerah, dan mitra strategis, kami berkomitmen memastikan desa binaan LPEI mampu meningkatkan
produksi sekaligus memperluas pasar global secara berkesinambungan. Manfaatnya tidak hanya berupa
peningkatan ekspor, tetapi juga pembentukan ekosistem ekspor yang berkelanjutan, pemberdayaan desa, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan komunitas lokal,” jelas Sukatmo.

Pelepasan Ekspor Produk Desa Devisa
Peluncuran program Desa BISA Ekspor juga ditandai dengan pelepasan ekspor simbolis dari Desa Devisa binaan LPEI. Desa Devisa Kakao Jembrana melepas ekspor kakao fermentasi senilai Rp.2,4 miliar ke Prancis, Desa Devisa Benih Bandeng Buleleng mengekspor benih bandeng senilai Rp.45 juta ke Filipina. Sementara, Desa Devisa Benih Hortikultura Bali mengekspor buah, sayur, dan bunga senilai Rp6 juta ke
Singapura.

“Saat ini, kita patut berbangga karena beberapa desa telah berhasil mengekspor produk mereka. Ini adalah capaian awal yang membanggakan dan semoga terus meningkat di masa mendatang,” kata Mendag Busan melanjutkan.

Pembina Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS) Agung Widiastuti mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pendampingan kepada petani kakao di Jembrana untuk meningkatkan kualitas produksi, khususnya pada biji kakao fermentasi (BKF). Upaya ini membuahkan hasil dengan berhasil menembus pasar ekspor ke berbagai negara.

“Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran besar Kemendag yang hadir sebagai fasilitator, terutama melalui dukungan Atase Perdagangan RI yang menjadi jembatan penting dalam memperluas akses pasar global,” kata Agung.

Agung menambahkan, Koperasi KSS berhasil menjalin kolaborasi dengan produsen cokelat ternama dunia, yaitu Valrhona di Perancis. Kendala regulasi ekspor yang sempat dihadapi dapat diatasi berkat fasilitasi penuh Atase Perdagangan RI di Paris.

“Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi koperasi lokal dengan pemerintah mampu mengangkat potensi kakao Jembrana ke pasar internasional,” imbuh Agung.**

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : Siaran Pers Humas Kemendag-RI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *