Indonesia dan Jerman Bahas Percepatan Finalisasi I-EU CEPA

Foto : Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri (sumber : Golkarpedia).

Cakrawalaasia.news, Jakarta – Indonesia memperkuat hubungan perdagangan dengan Jerman, salah satunya melalui Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).

I-EU CEPA telah memasuki fase yang menjanjikan, ditandai dengan pertemuan antara Presiden Prabowo dan Presiden Komisi Eropa pada 13 Juli 2025 di Brussel yang menyepakati percepatan penandatanganan perjanjian itu.

Hal tersebut mengemukan saat pertemuan Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri dengan Wakil Menteri Bundesministerium für Wirtschaft und Energie(BMWE), Stefan Rouenhoff di Berlin, Jerman, Selasa (16/9).

“Indonesia dan Jerman telah menjalin hubungan bilateral yang baik selama ini, tidak terkecuali di perdagangan. Oleh karena itu, kami menyambut baik respons Jerman dalam mendukung finalisasi I-EU CEPA. Kami berharap, hal ini secara efektif dapat mendorong peningkatan hubungan dagang yang saling menguntungkan bagi kedua negara,” ujar Wamendag Roro.

Wamendag Roro menambahkan, diperlukan pendekatan kolaboratif dalam implementasi I-EU CEPA. “Indonesia dan Jerman diharapkan dapat memaksimalkan manfaat CEPA, terutama dalam hal akses pasar untuk barang dan jasa, serta aliran investasi yang lebih kuat dari Jerman. Selain itu, kerja sama diarahkan pula bagi produk pertanian, kehutanan, dan perikanan berkelanjutan,” paparnya.

Menanggapi hal tersebut, pihak BMWE yang diwakili oleh Stefan Rouenhoff menyatakan kesepahamannya serta mempertegas komitmen Jerman untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai mitra dagang yang dinilai sangat penting di Asia Tenggara.

Pihak Jerman juga mengungkapkan, rencana untuk datang ke Indonesia tahun depan. Jika perjanjian I-EU CEPA sudah ditandatangani, maka pertemuan tersebut menjadi momentum yang tepat untuk membahas berbagai upaya peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.

Stefan berharap, perdagangan jasa dapat ditingkatkan mengingat kondisi Jerman yang memasuki aging populationdan membutuhkan cukup banyak tenaga kerja, terutama di sektor hospitalitas, konstruksi, teknologi informasi, dan kesehatan.

Lebih lanjut, Wamendag Roro menyoroti pentingnya Joint Economic and Investment Committee (JEIC) sebagai forum utama untuk dialog dan kolaborasi.

“Inisiatif yang diusulkan mencakup serangkaian pelatihan komprehensif yang disesuaikan dengan berbagai tingkat keahlian. Hal ini dapat diimplementasikan melalui berbagai format, termasuk seminar/pelatihan, magang, hingga program beasiswa. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan konektivitas antarmasyarakat dan tentu saja hubungan bilateral antara Indonesia dan Jerman,” tutur Wamendag.

Isu lain yang dibahas pada pertemuan ini yaitu terkait perdagangan global yang tengah berkembang, seperti kebijakan tarif Amerika Serikat dan dinamika peran WTO.

Adapun bahasan yang juga mencuat yaitu dorongan Jerman untuk aksesi Indonesia di OECD.Terkait hal tersebut, Wamendag Roro menjelaskan bahwa Indonesia berencana menyelesaikan proses ini pada 2027.

Indonesia telah menyerahkan Initial Memorandum(IM), termasuk 12 IM di bawah Komite Perdagangan, kepada OECD pada Pertemuan Dewan Menteri yang diadakan pada 3 – 4 Juni 2025 di Paris, Prancis. Indonesia berencana memulai fase tinjauan teknis pada awal2026.

“Dukungan negara-negara anggota OECD, termasuk Jerman, sangat diharapkan dalam proses aksesi ini. Kami menantikan keterlibatan konstruktif Jerman, terutama dalam bentuk bantuan teknis untuk tinjauan mendatang serta bimbingan ahli sepanjang proses aksesi, dengan mengakui peran penting Jerman dalam pengembangan instrumen hukum OECD,” tegas Wamendag Roro.

Wamendag Roro berujar, pertemuan ini diproyeksikan mampu mengakselerasi realisasi berbagai inisiatif kerja sama yang telah dijajaki sebelumnya. Hal tersebut sekaligus membuka ruang bagi negosiasi kesepakatan perdagangan yang lebih komprehensif di masa mendatang, salah satunya untuk menyikapi defisit perdagangan dengan Jerman 2020–2024.

Defisit tersebut, disebabkan oleh ketergantungan pada impor produk teknologi canggih (mesinindustri, kendaraan, bahan presisi, dan peralatan medis). “Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia menekankan minat pada manufaktur canggih yang meliputi kolaborasi dalam otomatisasi, mesin presisi tinggi, dan peralatan medis melalui produksi bersama, pelatihan teknis, serta fasilitas perakitan lokal di Indonesia,” tutup Wamendag Roro.Pertemuan ini turut dihadiri Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar RI (KBRI) Berlin, Fajar Wirawan Harijo dan Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif Kemendag, Ari Satria

Penulis: Humas Kemendag RI (Siaran Pers).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *