Daerah  

Bantaran Sungai Bilah Akan di Jadikan Tempat Usaha Wisata, Apakah Boleh ?

Foto : Bantaran Sungai Bilah, Lokasi yang akan dibangun tempat wisata. (doc. Istimewa).

Cakrawalaasia.news, Labuhanbatu – Bantaran sungai Bilah yang berada tepat di dekat kantor UPT Dinas Marga Provinsi Sumatera Utara, tepatnya jembatan sungai bilah Jl. H.M. Thamrin, kota Rantauprapat, kini akan di sulap sebagai tempat usaha wisata.

Terpantau media ini, bantaran sungai bilah, sudah di bangun bronjongan berbentuk tangga. Beberapa luas lahan yang berada jauh dari bantaran sungai dulunya tempat tongkrongan, kini sudah rata dan direncanakan akan dibangun bangunan baru untuk dijadikan lokasi wisata.

“Memang katanya, mau dibangun tempat wisata. Tapi belum diketahui bentuk lokasi wisata apa nantinya,”coba aja ke lokasinya itu. Tanya dengan para pekerja atau pengawas maupun warga sekitaran bantaran sungai bilah,”ungkap warga tersebut, Sabtu (5/7/2025), dan mengatakan, pemilik lahan yang akan di bangun lokasi tempat wisata adalah keluarga almarhum D.L. Sitorus.

Terkait dengan bantara sungai sudah dibuat bronjongan untuk disulap menjadi tempat wisata, Muhammad Raihan Nugraha SH seorang praktisi hukum yang menjadi konsultan hukum di situs hukumonline.com memaparkan, adanya beberapa dasar hukum menjadi acuan, boleh tidaknya bantaran sungai dipergunakan untuk sendiri atau usaha.

Raihan Nugraha menjelaskan, tanah negara pada dasarnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara, namun negara bukan bertindak sebagai pemiliknya. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur hak menguasai negara sebagai berikut : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,”

Kemudian, menurut Pasal 2 ayat (1) UUPA, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Fungsi penguasaan oleh negara terhadap bumi dan air, termasuk di dalamnya tanah tersebut adalah semata-mata untuk fungsi sosial bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Kemudian, hak menguasai oleh negara ini menurut Pasal 2 ayat (2) UUPA memberi wewenang negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,

Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa maksud dari tanah negara adalah tanah yang hak penguasaannya diberikan oleh undang-undang kepada negara terbatas pada pengelolaan dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Lantas, sungai itu milik siapa? Bagaimana Status Tanah Bantaran Sungai ?

Berdasarkan Pasal 1 angka 8 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 38 tahun 2011. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.

Adapun, definisi sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 PP 38/2011.

Selain definisi sungai, terdapat juga definisi wilayah sungai, yaitu kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 kilometer persegi.

Sungai itu milik siapa? Terkait dengan status kepemilikan sungai, jika kita melihat pada definisi wilayah sungai di atas, maka sungai dapat dikategorikan sebagai sumber daya air, yaitu air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.

Oleh karena itu, status kepemilikannya dapat merujuk pada Pasal 7 UU SDA, yang berbunyi : “Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha”.

Karena tidak dapat dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha, maka sungai sebagai sumber daya air dikuasai oleh negara. Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 UU SDA, yang berbunyi ; “Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Kemudian, tanah sempadan sungai milik siapa? Sebagaimana dijelaskan pada definisi sungai di atas, maka wilayah sungai mencakup hingga batas terluar garis sempadan. Oleh karena itu, tanah sempadan juga dikuasai oleh negara karena masuk pada wilayah sungai. Adapun garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai, sedangkan di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5 meter.

Apakah tanah bantaran sungai dikuasai negara? Jawabannya adalah, iya. Pada Lampiran I Permen PUPR 28/2015 (hal. 10) pada gambar 3 dapat dilihat bahwa bantaran sungai termasuk kedalam wilayah suatu sungai, karena letaknya berada di dalam garis sempadan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tanah bantaran sungai tidak dapat dimiliki oleh perseorangan, kelompok masyarakat atau badan usaha. Bantaran sungai hanya dapat dikuasai oleh negara. Pemanfaatan tanah bantaran sungai juga harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Oleh karena itu, apabila Anda hendak mengurus sertifikat hak atas tanah yang Anda warisi, maka tanah yang dapat dapat Anda sertifikatkan hanyalah tanah Anda yang terletak di luar wilayah sungai.

Lalu, perihal pokok pertanyaan kedua, mengenai mengapa dilarang mendirikan bangunan di bantaran sungai. Terkait hal ini, Anda dapat merujuk pada Pasal 17 ayat (1) PP 38/2011, yang berbunyi:

“Dalam hal hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai,”.

Ketentuan di atas secara implisit menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah boleh mendirikan bangunan di bantaran sungai? Jawabannya hukum mendirikan bangunan di bantaran sungai adalah dilarang. Bukan saja membangun, bangunan yang sudah ada sebelum penetapan garis sempadan pun harus ditertibkan secara bertahap.

Akan tetapi, ketentuan di atas tidak berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai untuk fasilitas kepentingan tertentu yang meliputi bangunan prasarana sumber daya air, fasilitas jembatan dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, dan rentangan kabel listrik dan telekomunikasi.

Adapun Dasar Hukum yang menjadi paparan tersebut sesuai referensi yang diberikan yakni :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.

Berikut Pasal – pasalnya yakni, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun6 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (“UU SDA”), Pasal 1 angka 1 UU SDA, Pasal 11 dan 12 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (“PP 28/2011”), Pasal 17 ayat (2) PP 38/2011. (Red/120n)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *