Cakrawalaasia.news, Jakarta – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri meyakini adanya kebutuhan yang kuat untuk meningkatkan kapasitas terkait hukum World Trade Organization
(WTO) karena di Indonesia, keahlian tersebut masih terbatas.
Wamendag Roro menekankan, perlunya kerja sama berkelanjutan dengan Advisory Centre on WTO Law (ACWL), yaitu melalui bantuan teknis dan pelatihan. Hal tersebut disampaikan Wamendag Roro dalam pertemuan dengan Direktur Eksekutif Advisory Centre on WTO Law (ACWL) Niall Meagher di Jenewa, Swiss, Rabu (17/9).
“Kami sungguh mengapresiasi kolaborasi terkini pada lokakarya penyelesaian perdagangan yang diselenggarakan pada Juni 2025 di Jakarta. Lokakarya tersebut memberikan manfaat kepada lebih dari
40 pejabat Pemerintah Indonesia dari instansi yang menangani pembuatan kebijakan penyelesaian perdagangan,” jelas Wamendag Roro.
Wamendag Roro menyampaikan, ACWL dapat meningkatkan dukungan kepada negara berkembang agar lebih memahami dinamika perdagangan global yang terus berubah, dampak potensialnya, dan opsi kebijakan yang tersedia.
“Tantangan dalam perdagangan global, antara lain kebijakan tarif Amerika Serikat dan kebijakan lingkungan yang proteksionis, menjadi hambatan bagi negara berkembang untuk terintegrasi dengan perdagangan global,” imbuh Wamendag Roro.
Niall Meagher juga sangat mengapresiasi kerja sama dengan Indonesia yang dimulai sejak penanganan sengketa Indonesia-Korea Selatan terkait produk kertas.
“Secara umum, program peningkatan kapasitas ACWL dilakukan berdasarkan permintaan. Dengan demikian, Indonesia bisa mengajukan kegiatan peningkatan kapasitas yang sesuai kebutuhan,” jelas Niall.
Turut mendampingi Wamendag Roro pada pertemuan tersebut yaitu Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono, Duta Besar untuk WTO Perutusan Tetap RI (PTRI) Jenewa Nur Rakhman Setyoko, dan Direktur Perundingan Organisasi Perdagangan Dunia Dina Kurniasari.
Indonesia merupakan negara anggota ACWL bersama 73 negara lain. ACWL adalah organisasi internasional yang berbasis di Jenewa, Swiss, yang didirikan pada 2001 untuk memberikan bantuan
hukum, dukungan, dan pelatihan dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum WTO kepada negara-negara berkembang dan negara-negara kurang berkembang.
Organisasi ini independen dari
WTO, dan memiliki misi membantu negara-negara tersebut memanfaatkan peluang yang ditawarkan WTO dan mengatasi kendala dalam memperoleh pengetahuan tentang hukum WTO.
Pada Jumat (19/9) kemarin, Wamendag Roro bertemu Direktur World Trade Institute (WTI) Isabelle Van Damme. Keduanya membahas penanganan sengketa dagang Indonesia di WTO, termasuk kaitannya dengan perundingan yang berlangsung, yakni Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
“Kami berdiskusi mendalam mengenai berbagai perkembangan perdagangan internasional, termasuk perkembangan hambatan nontarif yang dikenakan negara-negara maju di Uni Eropa. Hambatan tersebut khususnya yang terkait dengan kebijakan keberlanjutan dan perubahan iklim,” terang
Wamendag Roro.
Wamendag Roro juga mengapresiasi peran penting WTI dalam membangun keahlian global di bidang hukum dan kebijakan perdagangan internasional. Keduanya bersepakat mengeksplorasi kemungkinan kerja sama dalam wujud beasiswa penuh dari WTI dan Pemerintah RI.
“Kami membahas potensi kerja sama kedua belah pihak, seperti beasiswa penuh dari WTI bagi mahasiswa Indonesia. Hal ini khususnya terkait hukum WTO dan isu-isu perdagangan internasional yang berkembang,” terang Wamendag Roro.
Adapun Isabelle Van Damme menyampaikan, apresiasinya atas kunjungan Wamendag Roro. Isabelle
mengutarakan, WTI berada di posisi yang tepat untuk menyediakan pendidikan, pelatihan, dan pertukaran keilmuan berkualitas tinggi. Hal ini mengingat WTI merupakan institusi dengan kredensial akademis yang kuat dan diakui secaara internasional.
WTI adalah center of excellence di University of Bern sejak 1999 dan merupakan pusat studi dan penelitian interdisipliner yang berfokus pada pemerintahan ekonomi global, hukum ekonomi internasional, perdagangan internasional, investasi, dan pembangunan berkelanjutan. Pendanaannya didukung Swiss National Science Foundation (SNSF) sejak 2009.**











